(Surah
Ali Imran Ayat 190-191 Dan Surah Ibrahim
Ayat 32-34)
A. Surah Ali Imran ayat 190-191
žcÎ)
’Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚö‘F{$#ur
É#»n=ÏF÷z$#ur
È@øŠ©9$#
Í‘$pk¨]9$#ur
;M»tƒUy
’Í<'rT[{
É=»t6ø9F{$#
ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$#
tbrãä.õ‹tƒ
©!$#
$VJ»uŠÏ%
#YŠqãèè%ur
4’n?tãur
öNÎgÎ/qãZã_
tbrã¤6xÿtGtƒur
’Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚö‘F{$#ur
$uZ/u‘
$tB
|Mø)n=yz
#x‹»yd
WxÏÜ»t/
y7oY»ysö6ß™
$oYÉ)sù
z>#x‹tã
Í‘$¨Z9$#
ÇÊÒÊÈ
Artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali
Imran, 3 : 190-191)
B. Tafsir Ayat
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang berakal.” Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang melindungimu dan
bumi yang terhampar tempat kamu hidup. Pergunakanlah fikiranmu. Dan tiliklah
pergantian antara siang dan malam. Semua itu penuh dengan ayat-ayat,
tanda-tanda kebesaran Tuhanmu.
Langit adalah yang di
atas kita, yang menaungi kita. Bumi adalah tempat kita berdiam ini,
penuh dengan aneka keganjilan, yang kian diselidiki kian mengandung rahasia
ilmu yang belum teruai. Langit dan bumi dijadikan oleh Khalik dengan
tersusun terjangkau dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi
setiap saat tampak hidup semula, bergerak menurut aturan. Silih berganti
perjalanan malam dan siang, betapa besar pengaruhnya atas hidup kita ini dan
hidup segala yang bernyawa. Semua ini menjadi tanda-tanda bagi orang yang
berfikir, bahwa tidaklah semua ini terjadi sendirinya.
Orang
yang melihatnya dan mempergunakan fikiran meninjaunya, masing-masing menurut
bakat fikirannya. Entah dia seorang ahli ilmu alam, ahli ilmu tumbuh-tumbuhan,
semuanya akan dipesona oleh susunan tabir alam di hadapan kebesaran
penciptanya. Akhirnya tak ada arti diri, tak ada arti alam, yang ada hanyalah
DIA, yaitu yang sebenarnya ADA.
Orang
yang berfikiran: “(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring” Artinya orang
yang tidak pernah lepas Allah dari ingatannya. Disini disenut Yadzkuruuna,
yang berarti ingat. Berpokok dari kalimat zikir yang berarti ingat.
Dan disebutkan hendaklah zikir itu bertali di antara sebutan dan ingatan. Kita
sebut nama Allah dengan mulut karena dia terlebih dahulu teringat dalam hati.
Maka teringatlah dia sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur berbaring.
Sesudah penglihatan atau kejadian langit dan bumi, atau pergantian siang dan
malam, langsungkan ingatan kepada yang menciptakannya, karena jelaslah
bahwa semuanya itu tidaklah ada yang terjadi dengan sia-sia atau secara
kebetulan. Ingat dan zikir pada Allah itu, sekali lagi bertali dengan
memikirkan. Maka datanglah sambungan ayat: “Dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Di sini
bertemulah dua hal yang tak terpisahkan yaitu zikir dan fikir.
Difikirkan semua yang terjadi itu, maka lantaran difikirkan timbullah ingatan
sebagai kesimpulan dari berfikir, yaitu bahwa semuanya itu tidaklah terjadi dengan sendirinya. Melainkan
ada Tuhan Yang Maha Penciptanya, itulah Allah.
“(Seraya berkata) : ‘Ya Tuhan Kami,
Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” Ucapan ini
adalah lanjutan perasaan sesudah
zikir dan fikir, yaitu tawakkal dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan
diri. Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogianya bertambah ingatlah
dia kepada Allah. Sebagai alamat pengakuan atas kelemahan diri itu, di hadapan
kebesaran Tuhan. Timbullah bakti dan ibadat kepada-Nya. “Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (ujung ayat
191).
Ujung
doa ini, sebagai ujung ayat adalah kelanjutan pengakuan atas kebesaran Tuhan,
yang didapati setelah memikirkan betapa hebatnya kejadian langit dan bumi,
matahari dan bulan, bintang-bintang, alam semesta kelihatan dengan nyata kepatuhannya
menurut kehendak Ilahi.[1]
C.
Surah Ibrahim ayat
32-34
ª!$#
“Ï%©!$#
t,n=y{
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
uÚö‘F{$#ur
tAt“Rr&ur
šÆÏB
Ïä!$yJ¡¡9$#
[ä!$tB
ylt÷zr'sù
¾ÏmÎ/
z`ÏB
ÏNºtyJ¨V9$#
$]%ø—Í‘
öNä3©9
(
t¤‚y™ur
ãNä3s9
šù=àÿø9$#
y“ÌôftGÏ9
’Îû
Ìóst7ø9$#
¾ÍnÌøBr'Î/
(
t¤‚y™ur
ãNä3s9
t»yg÷RF{$#
ÇÌËÈ t¤‚y™ur
ãNä3s9
}§ôJ¤±9$#
tyJs)ø9$#ur
Èû÷üt7ͬ!#yŠ
(
t¤‚y™ur
ãNä3s9
Ÿ@ø‹©9$#
u‘$pk¨]9$#ur
ÇÌÌÈ Nä39s?#uäur
`ÏiB
Èe@à2
$tB
çnqßJçGø9r'y™
4
bÎ)ur
(#r‘‰ãès?
|MyJ÷èÏR
«!$#
Ÿw
!$ydqÝÁøtéB
3
žcÎ)
z`»|¡SM}$#
×Pqè=sàs9
Ö‘$¤ÿŸ2
ÇÌÍÈ
Artinya :
“Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Dia telah
menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah
memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.S.
Ibrahim, 14 : 32-34)
D.
Tafsir Ayat
“Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu” Lintuh
rasanya tulang, lunglai segala persendian apabila Tuhan memperingatkan ini
kepada kita. Betapa pun
lengah dan lalai makhluk, betapa
pun mereka melupakan Tuhan, bahkan
kadang-kadang mempersekutukan-Nya dengan yang lain, namun
hujan tetap turun juga dan bumi pun subur, pohon-pohon
berbuah.[2]
Kehidupan
manusia di seluruh dunia
sangat bergantung kepada turunya air hujan, kesuburan bumi yang akan
mendatangkan hasil, demikian juga makanan bagi manusia sendiri dan
binatang-binatang ternak. Bahaya menimpa suatu negara
kalau sekiranya disana terjadi kemarau panjang, sehingga manusia kelaparan dan
binatang ternak pun habis mati. Sedang zaman modern yang disebut tergantung
kepada industri itu pun masih mehendaki hujan.
“Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya,.” Menghubungkan
kamu dari benua ke benua, pulau
ke pulau, mencari sesama
manusia, tukar-menukar
kepentingan. Semuanya
berlayar atas dan izin Allah. Artinya, nakhoda
sendiri pun belum berani berlayar kalau belum siap, dan
persiapan yang sebenarnya ialah keizinan dari Allah.
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (ujung ayat 32). Maka
pada ujung ayat ini, bahwa Allah
memudahkan sungai-sungai untuk manusia, mengingatkan
kita akan pentingnya sungai sebagai urat-nadi kehidupan, kemajuan, kebudayaan, sejak
manusia pergaulan dalam alam ini.
“Dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya).” Sehingga ketetapan peredaran matahari dan
bulan itu membuka pikiran bagi kita untuk menilai waktu, menghitung jam, hari, bulan,
dan tahun untuk jadi peringatan dari masa-masa yang kita lalui dalam hidup ini.
”Dan Dia telah
menundukkan bagimu malam dan siang.” (ujung ayat 33). Dengan peredaran malam dan
siang, kita pun dapat membagi hari dalam bekerja.
“Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.” Artinya, sebagaimana dikuatkan juga oleh ayat-ayat yang lain, semuanya yang kita perlu di dalam
hidup kita telah disediakan oleh Allah, asal kita memakai fikiran kita,
mencarinya dan mempergunakanya.
”Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” Misalnya telah dihitung sampai seratus. Maka
sampai di seratus itu diadakan satu tanda, setiap sampai seratus satu tanda, ataupun
setiap sampai seribu diadakan satu tanda. Akhirnya tanda-tanda bilangan yang
banyak itu pun tidak akan dapat dijumlahkan lagi, lantaran banyaknya nikmat. Cobalah
sekali-kali menghitung nikmat Tuhan pada dirimu sendiri, sejak engkau lahir ke dunia
sampai kini. Dapatkah engkau jumlahkan? pasti tidak! Namun demikian,”Sesungguhnya
manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (ujung ayat 34). Manusia zalim kepada
dirinya sendiri, sebab kerap kali nikmat yang tidak dapat dihitung itu dia
sia-siakan, dianiayanya dirinya sendiri. Allah yang memberinya nikmat, tetapi
yang lain yang dipujanya. Alangkah kasarnya budi yang demikian.